PROBOLINGGO, Arus Berita - Tari Glipang adalah tarian yang merupakan kebiasaan masyarakat Probolinggo yang akhirnya menjadi tradisi.
Dilansir situs resmi Kemdikbud Glipang sendiri berasal dari Bahasa Arab yaitu Gholiban yang artinya kebiasaan. Tari tersebut diwariskan secara turun-menurun sehingga masih dapat bertahan hingga sudah menurun empat generasi.
Baca Juga : Jaran Bodhag, Kesenian Asli Probolinggo dan Sejarahnya
Sejarah Tarian
Dari sejarahnya, Glipang bukan sekadar tarian, melainkan menggambarkan keberanian prajurit yang gagah berani dalam upayanya mengusir penjajah Belanda.
Bahkan ada semboyan khusus terkait dengan keberanian para prajurit ini “katembheng poteh mata angok poteh tolang”. Maksudnya, lebih baik mati dari pada menanggung malu di tangan penjajah. Tarian dengan napas Islam itu juga menjadi karakteristik warga Probolinggo yang memiliki religiusitas tinggi.
Dari sejarahnya, Glipang bukan sekadar tarian, melainkan menggambarkan keberanian prajurit yang gagah berani dalam upayanya mengusir penjajah Belanda. Bahkan ada semboyan khusus terkait dengan keberanian para prajurit ini “katembheng poteh mata angok poteh tolang”. Maksudnya, lebih baik mati dari pada menanggung malu di tangan penjajah. Tarian dengan napas Islam itu juga menjadi karakteristik warga Probolinggo yang memiliki religiusitas tinggi.
Menurut penuturan Suparmo (67), asal usul Tari Glipang bermula dari Sardan, seorang seniman dari desa Omben, Sampang. Karena berebut mengembangkan tari topeng di Madura lantas dia hijrah ke desa Pendil Kecamatan Banyuanyar, Kabupaten Probolinggo.
Tetapi tari topeng yang dikenalkan Sardan ditolak warga setempat. Alasannya, tarian tersebut menggunakan gamelan yang identik dengan aktivitas tarian yang mana aurat penarinya terbuka. Karena itu, dia berpikir keras untuk memunculkan seni tari baru yang cocok untuk warga lokal. Sayang, sampai meninggal dunia, dia belum bisa mewujudkan ambisinya tersebut. Akhirnya, cita-cita itu coba diwujudkan Seno, putra Sardan.
Baca Juga : Jaran Bodhag, Kesenian Asli Probolinggo dan Sejarahnya
Bersama Asia alias Bu Karto, anaknya, Seno akhirnya berhasil mewujudkan tarian yang cocok untuk warga setempat pada 1935. Tarian itu bermula dari aktivitas Seno yang kemudian berjuluk Sari Truno yang menjadi mandor tebu di Pabrik Gula Gending yang dikuasai Belanda. (SUL)


0 Comments